Setiap individu yang terpajak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai bentuk identifikasi dan pengenalan dalam menjalankan kewajiban serta hak perpajakannya. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempromosikan pentingnya kepemilikan NPWP bagi semua wajib pajak dengan menekankan bahwa proses pendaftarannya relatif sederhana.
DJP menjelaskan bahwa terdapat tiga jalur yang dapat diambil untuk memperoleh NPWP. Pertama, wajib pajak dapat mengunjungi langsung Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KP2KP) yang wilayah kerjanya mencakup tempat tinggal atau tempat beroperasinya usaha mereka.
Kedua, mereka juga dapat memilih untuk mendaftar melalui pos dengan mengirimkan formulir pendaftaran beserta dokumen yang diperlukan ke KPP/KP2KP yang sesuai dengan wilayah tempat tinggal atau kegiatan usaha.
Jalur ketiga adalah mendaftar secara online melalui portal e-registration Direktorat Jenderal Pajak dan mengunggah dokumen yang diminta. Menurut informasi yang dipublikasikan oleh DJP, berikut adalah dokumen-dokumen yang diperlukan tergantung pada status dan jenis pekerjaan:
Bagi Karyawan
- Warga Negara Indonesia (WNI): Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
- Warga Negara Asing (WNA): Fotokopi paspor, fotokopi Izin Tinggal Terbatas (KITAS), atau fotokopi Izin Tinggal Tetap (KITAP).
Bagi Freelancer
- Dokumen identitas diri
- Dokumen yang menunjukkan tempat dan jenis kegiatan usaha, seperti surat pernyataan bermaterai yang menjelaskan jenis dan lokasi kegiatan usaha atau keterangan tertulis atau elektronik dari penyedia jasa aplikasi online yang menjadi mitra usaha Wajib Pajak.
Khususnya bagi wanita yang hidup terpisah dari suami berdasarkan keputusan hakim, ada persyaratan tambahan yang harus dipenuhi:
- Dokumen identitas diri
- Jika melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas, diperlukan surat pernyataan bermaterai yang menyatakan jenis dan tempat/lokasi kegiatan usaha, atau keterangan tertulis atau elektronik dari penyedia jasa aplikasi online yang merupakan mitra usaha Wajib Pajak.
Dalam situasi di mana wanita menikah dikenai pajak secara terpisah karena keinginan tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau memilih melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan secara terpisah, dokumen tambahan seperti identitas perpajakan suami, dokumen yang menunjukkan hubungan perkawinan, serta dokumen yang menegaskan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan istri dilakukan terpisah dari suami diperlukan.
Dalam konteks sistem perpajakan, secara umum, hak dan kewajiban pajak bagi wanita yang telah menikah cenderung disatukan dengan suaminya. Ini mengimplikasikan bahwa dalam administrasi perpajakan, wanita yang telah menikah dan telah diidentifikasi sebagai wajib pajak tidak diwajibkan untuk mengurus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara terpisah atau individu lagi.
Dalam pandangan perpajakan, status pernikahan sering kali menjadi faktor penting dalam menentukan cara wajib pajak diproses administratifnya. Wanita yang telah menikah sering kali dianggap sebagai bagian dari unit perpajakan yang sama dengan suaminya. Dalam hal ini, proses administratif pajak mereka sering kali diintegrasikan ke dalam proses yang sama dengan suami mereka.
Ketika suami dan istri telah secara hukum diakui sebagai satu entitas perpajakan, ini berarti kewajiban perpajakan, termasuk pemenuhan persyaratan NPWP, dapat diwujudkan melalui satu entitas perpajakan bersama. Dengan demikian, tidak ada kebutuhan bagi wanita yang telah menikah untuk mendapatkan NPWP secara terpisah atau mandiri karena status pernikahan mereka telah menyatukan kewajiban perpajakan mereka dengan suami mereka.
Hal ini mencerminkan konsep bahwa pasangan yang telah menikah secara hukum dianggap sebagai satu kesatuan perpajakan yang dapat memenuhi kewajiban perpajakan mereka melalui satu entitas pajak bersama. Oleh karena itu, dalam hal administrasi NPWP, kebutuhan akan NPWP terpisah untuk wanita yang telah menikah umumnya tidak diperlukan, sejalan dengan integrasi administratif mereka dalam lingkup perpajakan yang sama dengan suami mereka.