Konsultan Pajak – Fenomena ekonomi bawah tanah atau underground economy kini menjadi perhatian serius banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Aktivitas ekonomi yang berjalan di luar sistem resmi ini mencakup kegiatan legal maupun ilegal yang tak tercatat dalam produk domestik bruto (PDB). International Monetary Fund (IMF) memperkirakan kontribusi underground economy di negara berkembang mencapai 30% hingga 40% dari PDB, sedangkan di Indonesia diperkirakan berada di kisaran 22% hingga 30%.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025 mencatat, sebanyak 59,40% tenaga kerja Indonesia atau sekitar 86,58 juta orang bekerja di sektor informal. Angka ini menegaskan betapa dominannya sektor informal dalam struktur ketenagakerjaan nasional, sekaligus menunjukkan potensi penerimaan pajak yang belum tergarap optimal.
Baca juga: PPN Jasa Luar Negeri: Cara Cermat Menghitung dan Melaporkan Pajak atas Jasa dari Luar Negeri
Fenomena Jastip dan Ekonomi Digital
Di tengah berkembangnya ekonomi digital, muncul satu bentuk aktivitas ekonomi informal yang semakin populer: jasa titip alias jastip. Fenomena ini merebak sejak pandemi Covid-19, ketika masyarakat mulai memanfaatkan teknologi dan jaringan sosial untuk membantu membeli berbagai barang mulai dari makanan, pakaian, hingga tiket konser, baik dari luar negeri maupun dalam negeri.
Bisnis jastip terbukti menggiurkan. Banyak pelakunya mampu meraup keuntungan dari selisih harga dan akses terhadap produk-produk yang sulit dijangkau konsumen biasa. Namun, di balik geliat tersebut, ada satu masalah besar: sebagian besar transaksi jastip berlangsung tanpa tersentuh pajak.
Beragam cara dilakukan untuk menghindari kewajiban pajak, mulai dari memecah pesanan agar tak dikenai bea masuk dan PPN, hingga memanfaatkan aturan “barang pribadi” agar terbebas dari pengenaan pajak impor. Akibatnya, potensi penerimaan negara berkurang dan persaingan bisnis pun menjadi tidak sehat.
Tantangan Pajak Jastip
Mengatur pajak untuk aktivitas jastip bukan perkara mudah. Ada sejumlah tantangan yang perlu dijawab oleh otoritas pajak.
Pertama, praktik bunching atau upaya menahan omzet agar tetap di bawah ambang batas PPh Final UMKM. Banyak pelaku usaha memecah rekening atau menggunakan identitas berbeda demi menghindari tarif pajak yang lebih tinggi.
Kedua, penyalahgunaan kategori impor barang pribadi. Tidak sedikit pelaku jastip mengirimkan barang dalam jumlah besar namun tetap mengakuinya sebagai barang bawaan, padahal seharusnya masuk kategori komersial dan wajib pajak.
Ketiga, belum adanya integrasi data antara marketplace, e-wallet, dan otoritas pajak. Karena banyak transaksi jastip dilakukan lewat media sosial atau aplikasi pesan instan, pelacakan aktivitas ekonomi ini menjadi sulit tanpa adanya data sharing.
Keempat, tantangan kepercayaan publik. Sebagian pelaku usaha informal enggan masuk sistem pajak karena merasa birokrasi rumit, tidak transparan, dan manfaatnya tidak terasa langsung. Ketidakjelasan pemanfaatan pajak dalam APBN sering memunculkan rasa tidak adil dan memperlebar compliance gap antara wajib pajak dan pemerintah.
Mencari Jalan Tengah
Untuk mengoptimalkan pajak jastip, diperlukan pendekatan yang sederhana, proporsional, dan tidak memberatkan pelaku usaha kecil. Salah satu langkah realistis adalah penerapan PPh Final UMKM dengan tarif ringan 0,5% dari omzet bagi pelaku jastip domestik. Sementara untuk jastip luar negeri, dibutuhkan regulasi yang lebih jelas soal bea masuk dan pajak impor agar tercipta keadilan dengan pelaku ritel resmi.
Digitalisasi juga harus menjadi tulang punggung pengawasan. Integrasi data antara marketplace, e-wallet, dan sistem perpajakan dapat membantu mendeteksi potensi underreporting. Pemanfaatan Coretax System dan big data analytics memungkinkan otoritas pajak melacak transaksi digital yang belum tercatat secara otomatis.
Namun, strategi teknis saja tidak cukup. Pemerintah perlu memperkuat edukasi dan literasi pajak, terutama bagi pelaku jastip muda yang akrab dengan dunia digital. Di sisi lain, insentif seperti kemudahan akses pembiayaan bank atau fintech bagi wajib pajak patuh bisa mendorong kepatuhan sukarela.
Belajar dari Malaysia
Malaysia bisa menjadi contoh menarik. Melalui voluntary disclosure programme, pemerintah negara itu berhasil mengumpulkan RM 7,88 miliar dari wajib pajak yang sebelumnya tidak patuh. Langkah ini dilakukan tanpa menimbulkan resistensi karena memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk melaporkan kewajiban pajaknya secara sukarela.
Selain itu, Malaysia juga memperluas basis pajak lewat penerapan pajak digital sebesar 8% pada 2024. Kebijakan ini menambah miliaran ringgit ke kas negara dan memperkuat regulasi terhadap perusahaan teknologi global.
Keberhasilan Malaysia menunjukkan bahwa regulasi pajak yang adaptif dan transparan tidak hanya menambah penerimaan, tapi juga menjaga iklim usaha tetap sehat dan kompetitif.
Membangun Kepercayaan, Menumbuhkan Kepatuhan
Kunci keberhasilan sistem perpajakan bukan hanya pada regulasinya, tapi juga pada kepercayaan publik. Transparansi alokasi pajak melalui dashboard publik, misalnya, dapat memperlihatkan secara jelas bagaimana pajak yang dibayarkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pembangunan dan layanan publik.
Dengan demikian, rasa percaya dan semangat kepatuhan sukarela dapat tumbuh alami.
Jastip sejatinya adalah cerminan dari kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan peluang ekonomi digital. Namun tanpa regulasi yang adil dan jelas, potensi penerimaan negara dari sektor ini bisa hilang begitu saja.
Melalui sistem pajak yang sederhana, transparan, dan berbasis teknologi, Indonesia berpeluang besar mengubah jastip dari aktivitas informal menjadi sumber penerimaan baru yang legal, adil, dan menyehatkan iklim usaha nasional.
Apabila Anda sedang menghadapi beragam permasalahan terkait pajak, konsultan pajak kami hadir sebagai solusi terpercaya dan profesional untuk Anda. Kami menyediakan layanan konsultasi pajak secara online yang dapat diakses melalui nomor kontak 085183003742 atau kunjungi halaman ini. Kami memahami pentingnya optimasi pembayaran pajak bagi bisnis Anda agar tidak memberatkan keuangan. Dengan bantuan konsultan pajak yang handal, Anda dapat memastikan bahwa urusan perpajakan bisnis Anda dikelola dengan efisien dan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Jangan ragu untuk menghubungi kami dan berkonsultasi mengenai berbagai aspek perpajakan yang Anda hadapi. Kami siap membantu Anda mencapai kepatuhan pajak yang optimal dan mengelola kewajiban perpajakan dengan lebih baik.
